Jumat, 06 Juni 2014

Anak dan Ayah Pecinta Diskusi



Sekitar 2003, aku punya kesempatan emas berdiskusi dengan ayah setelah pulang ke Ambon selepas lulus MTs di Ciamis. Ya, aku memang senang berdiskusi dengan ayah sebab beliau senang membagi banyak hal pada anak sulungnya ini | Suatu hari, aku diajak bermain ke tengah laut. Dibiarkannya perahu berlabu tanpa jangkar, lalu beliau menundukkan wajah ke muka laut seolah menyapa mahluk cair ini. Saat itu, posisi perahu kita seakan diapit dua ujung pulau yang nampak jauh, sedang tiga buah gunung tampak terpancang kokoh di hadapan mata | Katanya, hanya ayah yang tau posisi ini | Maksudnya apa ayah? | Hanya dari posisi ini, kita bisa tau rahasia di tempat ini | Berpikir sejenak, tapi aku belum berhasil mencerna maksudnya. Rahasia apa yang ingin disampaikan ayah | Sekilas, suasananya seperti diskusi mahapenting. Tak ada siapapun di sana, hanya aku dan ayah ditemani ikan terbang yang melayang membelah angin sore itu | Di sini, kita tau sejarah besar, dari titik di tengah laut ini. Ada manusia yang mendiami tempat ini, ratusan bahkan ribuan tahun lalu, lanjutnya. Coba lihat... sambil beliau arahkan telunjuk ke salah satu gunung | Aku menghela napas panjang tanpa melepas pandangan. Mulut terkatup. Dan hanya bisa membahasakan kekaguman dalam diam. Siapa orang itu? | Beliau bercerita panjang tentang sejarahnya | Dan aku, menyangkal 2 hal. 1) tidak ada manusia/mahluk penghancur bumi sebelum Nabi Adam. 2) Gunung itu bukan manusia yang sengaja diabadikan. Dari mana ayah tau semua itu? Belajar pada siapa? Buku apa yang ayah baca? Aku bertanya seolah menghardik, sanksi dengan penjelasannya kali ini. Logikaku, di tempat seterpencil ini, tak mungkin ada naskah kuno tentang bagaimana kehidupan bermula di sini. Orang-orang di sini juga masih banyak buta huruf. Ayahku juga hanya seorang nelayan, kadang bertani, kadang menjaga kios kecilnya, dan kadang juga berkubang dengan alat "kantornya", paku dan palu. Jadi, tidak mungkin. Sekali lagi tidak mungkin. Aku menyangkal | Karena itu, ayah sekolahkan kamu untuk membuktikan, apakah ayahmu yang bodoh atau pendidikan belum menulis ini, balasnya. | Dug, lagi-lagi aku diam dengan jawaban itu, antara trenyuh dan bingung | Aku menatap lekat-lekat sekali lagi, dan gunung itu bak sesosok mayat yang diabadikan | Tiga tahun kemudian, setelah membeli kitab pengajian di toko buku Beurut di terminal Ciamis yang masih lusuh, mataku tertumbuk sebuah buku. Sekali lagi aku mengeja judul itu, "Makhluk Penghancur Bumi sebelum Adam." | Lesu, semua ingatanku seperti kembali ke masa itu, dimana aku dan ayah berdiskusi hebat di tengah laut yang biru pekat | Hari ini, jawaban kedua kembali muncul setelah sekian tahun. Mitologi Gunung Manusia di Pulau Seram. Orang Seram percaya, gunung manusia adalah keturunan manusia awal (alifuru) di kepulauan Maluku. Buku Bumi Seram dan Manusia Batti, menjadi jawaban | Terimakasih Ayah...   #Cerita ini milik K. Arant

0 komentar:

Posting Komentar